Perdagangan Luar Negeri
a. Teori
Perdagangan Internasional
I. TEORI
KLASIK
- Absolute Advantage dari Adam
Smith
Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada
besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori
murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini
memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang
diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan
barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang
tersebut (Labor Theory of value )
Teori absolute advantage Adam Smith yang sederhana
menggunakan teori nilai tenaga kerja, Teori nilai kerja ini bersifat sangat
sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya
homogeny serta merupakan satu-satunya factor produksi. Dalam kenyataannya
tenaga kerja itu tidak homogen, factor produksi tidak hanya satu dan mobilitas
tenaga kerja tidak bebas. dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut:
Misalnya hanya ada 2 negara, Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi
tenaga kerja yang homogen menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian.
Untuk menghasilkan 1 unit gandum dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga
kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian
masing-masing membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.
Banyaknya Tenaga Kerja yang Diperlukan untuk Menghasilkan
per Unit
Produksi
|
Amerika
|
Inggris
|
Gandum
|
8
|
10
|
Pakaian
|
4
|
2
|
Dari tabel diatas nampak bahwa Amerika lebih efisien dalam memproduksi
gandum sedang Inggris dalam produksi pakaian. 1 unit gandum diperlukan 10 unit
tenaga kerja di Inggris sedang di Amerika hanya 8 unit. (10 > 8 ). 1 unit
pakaian di Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedang di Inggris hanya 2
unit. Keadaan demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute
advantage pada produksi gandum dan Inggris memiliki absolute advantage pada
produksi pakaian. Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara
dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih
rendah dari negara lain.
Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya
perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut
yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan
kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki
keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena
tidak ada keuntungan.
- Comparative
Advantage : JS Mill
Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan
dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage
terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative diadvantage(suatu
barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau
dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar )
Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan
oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut.
Contoh :
Produksi 10 orang dalam 1 minggu
Produksi
|
Amerika
|
Inggris
|
Gandum
|
6
bakul
|
2
bakul
|
Pakaian
|
10
yard
|
6
yard
|
Menurut
teori ini perdagangan antara Amerika dengan Inggris tidak akan timbul karena
absolute advantage untuk produksi gandum dan pakaian ada pada Amerika semua.
Tetapi yang penting bukan absolute advantagenya tetapi comparative
Advantagenya.
Besarnya
comparative advantage untuk Amerika , dalam produksi gandum 6 bakul disbanding
2 bakul dari Inggris atau =3 : 1. Dalam produksi pakaian 10 yard dibanding 6
yard dari Inggris atau 5/3 : 1. Disini Amerika memiliki comparative advantage
pada produksi gandum yakni 3 : 1 lebih besar dari 5/3 : 1.
Untuk
Inggris, dalam produksi gandum 2 bakul disbanding 6 bakul dari Amerika atau 1/3
: 1. Dalam produksi pakaian 6 yard dari Amerika Serikat atau = 3/5: 1.
Comparative advantage ada pada produksi pakaian yakni 3/5 : 1 lebih besar dari
1/3 : 1. Oleh karena itu perdagangan akan timbul antara Amerika dengan Inggris,
dengan spesialisasi gandum untuk Amerika dan menukarkan sebagian gandumnya
dengan pakaian dari Inggris. Dasar nilai pertukaran (term of Trade ) ditentukan
dengan batas – batas nilai tujar masing – masing barang didalam negeri.
Kelebihan
untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai
tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana kedua hal ini tidak dapat
diterangkan oleh teori absolute advantage.
II.
COMPARATIVE COST DARI DAVID RICARDO
1.
Cost Comparative Advantage ( Labor efficiency )
Menurut
teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan
memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat berproduksi
relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut
berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh hipotesis dibawah
ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo
adalah cost comparative advantage.
Data
Hipotesis Cost Comparative
Negara
Produksi
|
1
Kg gula
|
1
m Kain
|
Indonesia
|
3
hari kerja
|
4
hari kerja
|
China
|
6
hari kerja
|
5
hari kerja
|
Indonesia
memiliki keunggulan absolute dibanding Cina untuk kedua produk diatas, maka
tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua Negara
melalui spesialisasi jika Negara-negara tersebut memiliki cost comparative
advantage atau labor efficiency.
Berdasarkan
perbandingan Cost Comparative advantage efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga
kerja Indonesia lebih effisien dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1
Kg gula ( atau hari kerja ) daripada produksi 1 meter kain ( hari bkerja) hal
ini akan mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula.
Sebaliknya
tenaga kerja Cina ternyata lebih effisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia
dalam produksi 1 m kain ( hari kerja ) daripada produksi 1 Kg gula ( hari
kerja) hal ini mendorong cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.
2.
Production Comperative Advantage ( Labor produktifiti)
Suatu
Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat
berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara
tersebut berproduksi relatif kurang / tidak produktif
Walaupun
Indonesia memiliki keunggulan absolut dibandingkan cina untuk kedua produk,
sebetulnya perdagangan internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan
keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor
productivity. kelemahan teori klasik Comparative Advantage tidak dapat
menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara 2 negara.
Sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap
dapat terjadi walaupun hanya 1 negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan
masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost Comparative
Advantage atau production Comparative Advantage.
Teori
ini mencoba melihat kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori
ini berlandaskan pada asumsi:
- Labor Theory of Value, yaitu
bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang
dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang
ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk
memproduksinya.
- Perdagangna internasional
dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang.
- Tidak diperhitungkannya biaya
dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran
- Produksi dijalankan dengan
biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak berpengaruh.
Faktor produksi sama sekali tidak mobile antar negara. Oleh karena itu , suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dan mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan dan akan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan jika mempunyai kerugian dalam memproduksi.
Paham
klasik dapat menerangkan comparative advantage yang diperoleh dari perdagangan
luar negeri timbul sebagai akibat dari perbedaan harga relatif ataupun tenaga
kerja dari barang-barang tersebut yang diperdagangkan.
III.
TEORI MODERN
Teori
Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik,
negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif melimpah secara intensif
Menurut
Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain
disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan
dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan
komparatif adalah:
1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
2. Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.
1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
2. Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.
A.
The Proportional Factors Theory
Teori
modern Heckescher-ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah
kurva isocost yaitu kurva yang menggabarkan total biaya produksi yang sama. Dan
kurva isoquant yaitu kurva yang menggabarkan total kuantitas produk yang sama.
Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva
isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh
produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk
tertentu.
Analisis
teori H-O :
a.
Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau
proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara
b.
Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing
negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang
dimilkinya.
c.
Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif
banyak dan murah untuk memproduksinya
d.
Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena
negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk
memproduksinya
Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
B.
Paradoks Leontief
Wassily
Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output matriks, melalui
study empiris yang dilakukannya pada tahun 1953 menemukan fakta, fakta itu
mengenai struktur perdagangan luar negri (ekspor dan impor). Amerika serikat
tahun 1947 yang bertentangan dengan teori H-O sehingga disebut sebagai paradoks
leontief
Berdasarkan
penelitian lebiih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi perdagangan ternyata
paradox liontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama yaitu :
a.
Intensitas faktor produksi yang berkebalikan
b.
Tariff and Non tariff barrier
c.
Pebedaan dalam skill dan human capital
d.
Perbedaan dalam faktor sumberdaya alam
Kelebihan
dari teori ini adalah jika suatu negara memiliki banyak tenaga kerja terdidik
maka ekspornya akan lebih banyak. Sebaliknya jika suatu negara kurang memiliki
tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih sedikit.
C.
Teori Opportunity Cost
Opportunity
Cost digambarkan sebagai production possibility curve ( PPC ) yang menunjukkan
kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan suatu Negara dengan sejumlah
faktor produksi secara full employment. Dalam hal ini bentuk PPC akan
tergantung pada asusmsi tentang Opportunity Cost yang digunakan yaitu PPC
Constant cost dan PPC increasing cost
D.
Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD)
Teori
Offer Curve ini diperkenalkan oleh dua ekonom inggris yaitu Marshall dan
Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan suatu
Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada
berbagai kemungkinan harga.
Kelebihan
dari offer curve yaitu masing-masing Negara akan memperoleh manfaat dari
perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional. Teori perdagangan yang baik untuk diterapkan adalah teori modern yaitu teori Offer Curve.
Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional. Teori perdagangan yang baik untuk diterapkan adalah teori modern yaitu teori Offer Curve.
b.
Perdagangan Ekspor Indonesia
a.
Komoditi Ekspor Indonesia
Sepuluh
komoditi ekspor utama Indonesia adalah Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), produk
hasil hutan, elektronik, karet dan produk karet, sawit dan produk sawit,
otomotif, alas kaki, udang, kakao dan kopi. Namun, pasar internasional semakin
kompetitif sehingga sepuluh komoditas ekpor utama Indonesia terdiversifikasi.
Komoditas lainnya, yaitu makanan olahan, perhiasan, ikan dan produk ikan,
kerajinan dan rempah-rempah, kulit dan produk kulit, peralatan medis,minyak
atsiri, peralatan kantor dan tanaman obat.
Pada
tahun 2011, industri menyumbang US$ 122 miliar atau sebesar 60 persen dari
total nilai ekspor. Sektor nonmigas lainnya, yaitu pertanian dan pertambangan,
masing-masing menyumbang 2,54 persen dan 17,02 persen dari keseluruhan ekspor.
Sementara itu ekspor sektor migas hanya mencapai US$ 41 miliar atau sebesar
20,43 persen dari total ekspor.
Komposisi komoditas ekspor Indonesia
tahun 2011
Komoditas
|
Nilai
|
Persentase
|
Hasil Industri non migas
|
US$ 122 miliar
|
60%
|
Industri Migas
|
US$ 41 miliar
|
20,43%
|
Pertambangan non migas
|
US$ 34 miliar
|
17,02%
|
Pertanian
|
US$3,1 miliar
|
2,54%
|
b.
Ekspor Indonesia dari tahun ke tahun
Ekspor
Indonesia setahun
|
Tahun
|
US$25,9 miliar
|
1990
|
US$36,50 miliar
|
1993
|
US$42,16 miliar
|
1994
|
US$47,75 miliar
|
1995
|
US$52,03 miliar
|
1996
|
US$56,16 miliar
|
1997
|
US$65,4 miliar
|
2000
|
US$58,7 miliar
|
2001
|
US$71,58 miliar
|
2004
|
US$85,56 miliar
|
2005
|
US$100.79 miliar
|
2006
|
US$114.10 miliar
|
2007
|
US$137,02 miliar
|
2008
|
US$116,5 miliar
|
2009
|
US$157,7 miliar
|
2010
|
US$203.62 miliar
|
2011
|
US$190.03 miliar
|
2012
|
c. Tingkat Daya Saing
Daya saing merupakan salah satu
kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan
internasional. Berdasarkan badan pemeringkat daya saing dunia, IMD World
Competitiveness Yearbook 2006, posisi daya saing Indonesia sangat
menyedihkan. IMD World Competitiveness Yearbook (WCY) adalah sebuah
laporan mengenai daya saing negara yang dipublikasikan sejak tahun 1989. Pada
tahun 2000, posisi daya saing Indonesia menduduki peringkat 43 dari 49 negara.
Tahun 2001 posisi daya saing Indonesia semakin menurun, yaitu menduduki
peringkat 46. Selanjutnya, tahun 2002 posisi daya saingnya masih menduduki
posisi bawah, yaitu peringkat 47. Lalu, tahun 2003, posisi daya saingnya malah
makin terpuruk, yaitu menduduki peringkat 57. Tahun 2004 menduduki peringkat
58. Tahun 2005 Indonesia menduduki posisi 58. Tahun 2006 Indonesia telah
menduduki posisi 60.
Tabel I.1 Posisi Daya Saing
Indonesia
Negara
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
USA
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Singapura
|
2
|
3
|
8
|
4
|
2
|
3
|
3
|
Malaysia
|
26
|
28
|
24
|
21
|
16
|
28
|
23
|
Korea
|
29
|
29
|
29
|
37
|
35
|
29
|
38
|
Jepang
|
21
|
23
|
27
|
25
|
23
|
21
|
17
|
Cina
|
24
|
26
|
28
|
29
|
24
|
31
|
19
|
Thailand
|
31
|
34
|
31
|
30
|
29
|
27
|
32
|
Indonesia
|
43
|
46
|
47
|
57
|
58
|
59
|
60
|
Sumber:
IMD World Competitiveness Yearbook (WCY)
Data
pada tabel I.1 sungguh sangat memprihatinkan. Posisi daya saing yang cenderung
makin menurun membuktikan bahwa banyak hal yang perlu diperbaiki di negeri ini.
Sebagai negara yang memiliki wilayah daratan sebesar 1,9 juta kilometer persegi
dan luas wilayah lautan lebih dari 3,2 juta kilometer persegi, serta kekayaan
alamnya yang tersebar luas, sangat disayangkan karena daya saing Indonesia jauh
di bawah negara tetangga.
Faktor
dalam menentukan daya saing menurut IMD World Competitiveness Yearbook
terbagi menjadi 4 kategori yaitu, kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah,
efisiensi bisnis, infrastruktur. Setiap kategori memiliki beberapa kriteria.
IMD World Competitiveness Yearbook (WCY) memeringkat dan menganalisis
kemampuan suatu negara dalam menciptakan dan menjaga lingkungan di mana
perusahaan dapat bersaing. Persaingan akan membawa suatu negara lebih
kompetitif dibandingkan dengan negara lain.
Kinerja
ekonomi terdiri dari 77 kriteria mengenai evaluasi makro ekonomi domestik.
Kriteria kinerja ekonomi meliputi ekonomi domestik, perdagangan internasional,
investasi internasional, pengangguran dan harga.
Efisiensi
pemerintah terdiri dari 72 kriteria mengenai kebijakan pemerintah yang
mempengaruhi iklim kompetitif. Kriteria efisiensi pemerintah meliputi keuangan
publik, kebijakan fiskal, kerangka kerja institusi, peraturan bisnis, dan
kerangka kerja sosial.
Efisiensi
bisnis terdiri dari 68 kriteria yang mempengaruhi kinerja perusahaan dalam
inovasi, keuntungan dan tanggung jawab. Kriteria efisiensi bisnis meliputi
produktivitas dan efisiensi, pasar tenaga kerja, pembiayaan, perilaku dan
praktik manajemen.
Gambar I.1 Pertumbuhan Ekonomi dan
Permintaan Agregat Indonesia
(2000 – 2005)
Sumber
: Bank Indonesia, diolah oleh DPKLTS Barasetra Pusat
Faktor
infrastruktur terdiri dari 95 kriteria yang berhubungan dengan segala kebutuhan
dasar untuk bisnis, teknologi, ilmiah, dan sumber daya manusia. Faktor
infrastruktur meliputi infrastruktur dasar, infrastruktur teknologi,
infrastruktur ilmiah, kesehatan, lingkungan dan pendidikan.
Grafik
permintaan agregat Indonesia yang ditunjukkan pada gambar I.1. Permintaan
agregat adalah total atau kuantitas agregat output yang bersedia dibeli pada
tingkat harga yang diberikan, hal-hal lainnya konstan (Samuelson dan Nordhaus,
2004). Gambar I.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi cenderung didominasi
oleh konsumsi dan impor. Jumlah ekspor dan investasi cenderung tidak stabil.
Ekspor yang tinggi akan sangat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk
meningkatkan ekspor, Indonesia harus memiliki daya saing di pasar perdagangan
internasional yang tinggi.
Komentar
Posting Komentar